Cerita Inspiratif - Takaran untuk Kehidupan
Takaran untuk Kehidupan
Oleh : Chornelia Hana D J
Visualisasi Takaran |
Suatu ketika, di tengah malam yang
sunyi terdapat bahan-bahan dapur yang sedang berkumpul di atas meja karena
dibangunkan mendadak oleh teman mereka si Gula Pasir. Gula Pasir, primadona
yang menjadi idola diantara sebagian manusia terutama anak kecil, mencoba
memulai percakapan di hadapan teman-temannya, yaitu Air si tenang namun
menghanyutkan, Garam yang netral, Peria si melankolis, Asam Jawa yang memiliki
sifat cenderung minder, dan Cabai yang bisa dibilang tukang memperkeruh
suasana.
Gula Pasir mengatakan bahwa tadi
pagi dirinya dipakai untuk membuat kue, betapa riangnya dia ketika menceritakan
itu semua. Mulai dari separuh dari dirinya dicampuradukkan dengan adonan roti
lainnya, hingga kue tersebut matang dari oven, lalu tuannya memakan satu potong
kue, kemudian mengatakan bahwa kue tersebut manis dan enak sekali. Pernyataan
itu disetujui oleh manusia lainnya yang ikut andil memakan kue tersebut.
"Kamu begitu beruntung, Gula
Pasir. Apalah diriku yang asam ini dan jarang memiliki penggemar," kata
Asam Jawa yang rendah diri terhadap Gula Pasir meskipun si pemilik nama tidak
peduli dan malah tersenyum-senyum sendiri membayangkan dirinya semakin disukai
banyak orang.
"Kamu benar, Asam Jawa. Meskipun
aku lebih parah," sedih si pahit Peria.
Di tengah suasana termangu, Cabai
sang pembuat keributan tiba-tiba menyeletuk, "Halah! Kalian ini hanya begitu saja sudah bersedih, aku dong! Sudah terlanjur dibuat sebagai
sambal untuk ayam geprek, tapi orang yang tidak menyukaiku langsung
menyingkirkan atau membuangku ke tempat sampah. Walau begitu aku stay cool. Kalian terlalu lemah."
Cabai pun membuat gerakan mengibaskan rambutnya, meski tak memiliki rambut.
"Heh cabai pasar, mereka membuangmu karena kamu hanya menjadi sumber
sakit perut!" Tukas Asam Jawa tidak terima jika dibilang lemah oleh Cabai.
Cabai ingin membalas perkataan Asam
Jawa, namun terhenti karena Gula Pasir yang sudah selesai dari aktivitas
anehnya tadi, langsung menyerobot dalam percakapan, "Sudahlah kawan, aku
tahu tidak ada yang bisa menyaingi rasa dan popularitasku dikalangan manusia.
Jadi kalian tidak perlu mengeluh dan membuat ribut disini, cukup membatin di
dalam hati saja, karena aku ingin tidur. Oke, bye!" Ucapnya seraya menguap sebentar dan bergeser menyamankan
posisinya.
"Hei! Mana bisa begitu! Kamu
yang mengajak untuk berkumpul, kenapa bisa selesai begitu saja!" Asam Jawa
kembali tidak terima lagi. "Iya bukan, teman-teman?" Lanjutnya dan
disetujui dengan anggukkan dari Peria, Cabai, serta Air dan Garam yang hanya
menyimak sedari tadi.
"Terserah aku lah, lagipula ini
sudah menjelang dini hari, waktunya untuk tidur," sewot Gula Pasir.
"Hish, dasar obesitas!" Ejek Cabai.
"Apa?!"
"Kurang keras ya? Huuu! Obesitas..." Ejek Cabai lagi
dengan menjulurkan lidahnya.
Garam hanya menghela napas lelah.
Tak ayal lagi, percakapan ini hanya berujung pada membanding-bandingkan
kehidupan masing-masing dan beradu mulut. Sementara itu, Air si pemikir kritis mencoba
merangkai kata-kata yang pas untuk menghentikan percakapan kurang manfaat ini
sekaligus menasehati mereka semua.
Dirasa sudah menemukan kalimat yang
pas, Air berkata, "Berhenti!" Dan keadaan langsung sunyi. Ya, jika
Air bertindak mereka tak berani melawan.
"Astaga, kalian ini... Gula
Pasir, Asam Jawa, Cabai, dan Peria, ketahuilah bahwa sesuatu yang berlebihan
itu tidak baik. Semua sudah diatur sesuai takaran dan porsinya. Contohnya gula,
makanan ataupun minuman kelebihan gula dapat menyebabkan obesitas, diabetes
melitus, penyakit jantung, dan lain-lain. Dan lagi, makanan diberi pelengkap
rasa agar mendapat cita rasa yang khas ketika di makan. Tentu, tidak ada
namanya makanan enak muncul sendiri tanpa rasa dari bahan-bahan yang digunakan.
Asam Jawa, meskipun kamu asam dan jarang disukai memangnya masakan Garang Asem
yang lezat sekali itu dibuat dari rasa apalagi selain asam?" Nasehat
panjang Air.
Asam Jawa yang diberi pertanyaan
retoris tersebut seketika berpikir, ‘ah, iya… walau wujud asliku seperti ini,
ketika diproses menjadi makanan, banyak yang menyukaiku,’ begitulah kira-kira
isi pikirannya.
"Serta jangan lupakan satu hal
ini, apa yang buruk di mata dan buruk di rasa, tanpa kita sadari memiliki
manfaat besar, seperti peria yang pahit namun dapat mengendalikan kadar gula
darah dan meningkatkan kekebalan tubuh." Imbuh Garam.
Kemudian, Gula Pasir, Peria, Cabai,
termasuk Asam Jawa merenungkan itu semua. Khususnya Peria, entah mengapa ia
menjadi lebih bersyukur atas hidupnya.
Semua makanan tak akan lengkap
apabila tidak memiliki rasa dan ciri khas. Begitu pula ibaratkan makanan adalah
kehidupan dan supaya kehidupan lebih lengkap ditambahkan rasa atau lika-liku
kehidupan agar menjadi sempurna seperti masakan yang telah dicap lezat.
Kadang-kadang, terdapat rasa manis kebahagiaan, kesedihan, kesenangan berujung
masalah, ketakutan, dan kenetralan serta ketenangan. Tentu, semua kehidupan
memiliki takarannya sendiri-sendiri. Jadi, apapun yang kamu rasakan, tetaplah
semangat melewati apapun itu.
Komentar
Posting Komentar